12.11.11

Jag Är Zlatan: Kemarahan Ibra pada Guardiola


Zlatan Ibrahimovic akhirnya menyelesaikan buku biografinya, Jag Ar Zlatan yang berarti “Saya adalah Zlatan”. Buku ini memang banyak ditunggu para penggemarnya terutama kisah-kisah yang terjadi di Camp Nou yang membuatnya hengkang  dari klub besar La Liga itu. Orang-orang sangat penasaran dengan kisahnya itu.

Dalam tiga ratus halaman, Ibra pun bercerita tentang berbagai hal, tentang sepedanya yang hilang dan perseteruannya dengan Josep “Pep” Guardiola, sang manajer Barcelona. Berikut ini petikannya:

Masa kecil

Di masa kecil, Ibra memiliki sebuah sepeda BMX. Dia menamai sepeda itu ‘Fido Dido’ yang diambil dari tokoh kartun dengan rambut yang tegak atau bergaya spike. Ibra pun merasa keren banget memiliki sepeda itu.  Namun kisah sedih pun terjadi. Sepeda kesayangannya itu hilang ketika diparkir di kolam renang Rosengard.

Sontak berita itu menimbulkan kemarahan ayahnya. Hanya dengan bertelanjang dada, bajunya digantung di lehernya ayahnya itu marah besar. Dia yang tergolong ayah yang membela anaknya. “Dia bilang, tak ada yang bisa mengganggu anakku. Tidak boleh ada yang mengambil milik anakku,” kata Ibra dalam buku itu.  Tapi kemarahan sang ayah tidak bisa mengubah apa-apa. Fido Dido tetap hilang dan tak kembali. Ibra kecil pun merasa terpukul. Hatinya benar-benar hancur.


Jose Mourinho

Zlatan Ibrahimovic berkilau semasa berada di Inter Milan. Satu penyebabnya adalah sosok Jose Mourinho. Dia sangat mengingat pertama kali mereka bertemu. 

Saat itu, Mourinho berkata pada Helena, istrinya. “Helena, kamu hanya punya pekerjaan: beri makan, membiarkannya tidur, dan membuatnya happy.” Bagi Zlatan, Mou orang yang menyenangkan. “Orang yang berkata tentang apa yang dia inginkan. Saya suka dia.” 

Barcelona

Pada 2009, terjadilah kesepakatan antara Barcelona dan Inter Milan. Salah satunya, pertukaran pemain. Samuel Eto’o ditukar dengan Zlatan Ibrahimovic.

“Bermain di Barcelona merupakan mimpi saya sejak kecil. Saat mimpi itu terlaksana, saya seperti berjalan di atas udara.” Saya memulainya dengan baik hingga suatu saat Messi mengajak saya bicara. “Dia ingin bermain di tengah, tidak lagi di sayap. Hm… sistem permainan berubah tampaknya, saya dikorbankan.”

Zlatan mengakui Lionel Messi sebagai pemain hebat dan sulit dipercaya. “Tapi saya tidak benar-benar mengenalnya,” katanya. Dia dan Messi sungguh jauh berbeda. Sebabnya, kata dia, Messi telah tiba di Barcelona saat masih belia, 13 tahun.

Dia tumbuh dengan budaya dan tidak merasakan masalah dengan semua hal yang terjadi di sana.  Di dalam tim, permainan selalu berada di sekitar dia. Sangat alami, sebenarnya. Dia juga brilian. Tapi saya mencetak gol lebih banyak dibanding dia. 


Guardiola

Berada di Barcelona, Ibra merasa seperti berada di tempat yang asing. Pangkal masalahnya adalah Pep Guardiola. Bagi Ibra, Mourinho kebalikan dari Guardiola.  Jika Mou disebutnya sebagai orang menyalakan ruangan, Guardiola adalah orang yang menutup tirai dan membuatnya gelap.

Ibra merasa tidak berarti apa-apa ketika dia berada di ruang ganti Guardiola menatap dia dengan tajam. Ibra merasa dianggap sebagai orang luar yang tidak berguna. Itu sangat mengganggunya.  Ini gila, pikir Zlatan.

Pep dianggapnya seperti dinding batu. Ibra tidak pernah melihat gairah darinya. Apalagi bila Guardiola mulai dengan gayanya seperti filsuf.  “Sorry, saya jarang mendengarkannya.” Dalam benaknya, mendengarkan Pep  tak beda dengan omong kosong tentang  darah, keringat, dan air mata.

Persoalan perpindahan posisi yang seperti diminta Messi, Ibra merasa sangat tidak nyaman. Akhirnya, dia pun meminta waktu Pep untuk bicara. “Saya katakan, saya ditaruh di tempat yang salah. Tentu, Barcelona tidak membeli saya untuk menjadikan saya bermain di tipe permainan yang berbeda.”

Pengibaratannya, seperti yang dia dapatkan dari seorang temannya, bahwa sebuah Ferrari yang dibeli bukan untuk dikemudikan menjadi sebuah mobil Fiat.  Ibra berpikir perbincangan itu akan membuka dialog, kelihatannya Peps juga memahaminya. Namun yang terjadi kemudian, Guardiola mulai mematikannya. 

Segalanya menjadi tidak enak bagi Zlatan. Saat dia masuk ke ruangan, Peps selalu pergi. “Dia menyapa semua orang tapi tak mempedulikan saya.”

Pemain Barcelona Seperti Anak Sekolah

Ibra seperti kehilangan akal. Menurut dia, semua sudah dia lakukan untuk beradaptasi dengan teman-temannya. Namun, pemain Barcelona seperti anak-anak sekolah yang mengikuti perintah gurunya dengan mata buta sekalipun.

Di Barcelona pula, para pemain dilarang mengemudikan mobil sendiri ke tempat latihan.  “Aneh banget deh,” kata Ibra.  “Kayaknya enggak ada hubungan dengan mobil apa pun saya pakai. Tapi dia cuek. Dia pun mengendarai Ferrari Enzo-nya ke tempat dia bekerja. 

Pertentangan dengan Peps pun mencapai puncaknya. Suatu ketika, saat hendak berlatih, manajernya itu menatapnya dengan tajam. Merasa tidak suka dengan perlakuan itu, Ibra pun menggumam dalam hatinya, “Ini dia musuhku. Saya ingin mencakar kepalanya yang botak itu.”

Tiba-tiba dia pun menghardiknya. “Kamu membenci dirimu karena Jose Mourinho. Pergilah kau ke neraka.” Ibra benar-benar menumpahkan semua kemarahannya. Dia pun membanting seluruh peralatan latihannya ke seluruh penjuru ruangan. 

Pep tidak banyak bicara  dan hanya terdiam. Lalu dia mengembalikan seluruh peralatan latihan itu pada sebuah kotak.  “Saya bukan orang suka dengan kekerasan, tapi kalau saya menjadi Pep saat itu, pasti saya sudah marah.”


Baca juga:


No comments:

Post a Comment