Zlatan
Ibrahimovic akhirnya menyelesaikan buku biografinya, Jag Ar Zlatan yang berarti “Saya adalah Zlatan”. Buku ini memang banyak ditunggu
para penggemarnya terutama kisah-kisah yang terjadi di Camp Nou yang membuatnya
hengkang dari klub besar La Liga itu.
Orang-orang sangat penasaran dengan kisahnya itu.
Dalam
tiga ratus halaman, Ibra pun bercerita tentang berbagai hal, tentang sepedanya
yang hilang dan perseteruannya dengan Josep “Pep” Guardiola, sang manajer
Barcelona. Berikut ini petikannya:
Masa kecil
Di masa
kecil, Ibra memiliki sebuah sepeda BMX. Dia menamai sepeda itu ‘Fido Dido’ yang
diambil dari tokoh kartun dengan rambut yang tegak atau bergaya spike. Ibra pun merasa keren banget
memiliki sepeda itu. Namun kisah sedih
pun terjadi. Sepeda kesayangannya itu hilang ketika diparkir di kolam renang
Rosengard.
Sontak
berita itu menimbulkan kemarahan ayahnya. Hanya dengan bertelanjang dada,
bajunya digantung di lehernya ayahnya itu marah besar. Dia yang tergolong ayah
yang membela anaknya. “Dia bilang, tak ada yang bisa mengganggu anakku. Tidak
boleh ada yang mengambil milik anakku,” kata Ibra dalam buku itu. Tapi kemarahan sang ayah tidak bisa mengubah
apa-apa. Fido Dido tetap hilang dan tak kembali. Ibra kecil pun merasa
terpukul. Hatinya benar-benar hancur.
Jose Mourinho
Zlatan Ibrahimovic
berkilau semasa berada di Inter Milan. Satu penyebabnya adalah sosok Jose
Mourinho. Dia sangat mengingat pertama kali mereka bertemu.
Saat itu, Mourinho
berkata pada Helena, istrinya. “Helena, kamu hanya punya pekerjaan: beri makan,
membiarkannya tidur, dan membuatnya happy.”
Bagi Zlatan, Mou orang yang menyenangkan. “Orang yang berkata tentang apa yang
dia inginkan. Saya suka dia.”
Barcelona
Pada 2009,
terjadilah kesepakatan antara Barcelona dan Inter Milan. Salah satunya,
pertukaran pemain. Samuel Eto’o ditukar dengan Zlatan Ibrahimovic.
“Bermain
di Barcelona merupakan mimpi saya sejak kecil. Saat mimpi itu terlaksana, saya
seperti berjalan di atas udara.” Saya memulainya dengan baik hingga suatu saat
Messi mengajak saya bicara. “Dia ingin bermain di tengah, tidak lagi di sayap.
Hm… sistem permainan berubah tampaknya, saya dikorbankan.”
Zlatan
mengakui Lionel Messi sebagai pemain hebat dan sulit dipercaya. “Tapi saya
tidak benar-benar mengenalnya,” katanya. Dia dan Messi sungguh jauh berbeda.
Sebabnya, kata dia, Messi telah tiba di Barcelona saat masih belia, 13 tahun.
Dia
tumbuh dengan budaya dan tidak merasakan masalah dengan semua hal yang terjadi
di sana. Di dalam tim, permainan selalu
berada di sekitar dia. Sangat alami, sebenarnya. Dia juga brilian. Tapi saya
mencetak gol lebih banyak dibanding dia.
Guardiola
Berada di
Barcelona, Ibra merasa seperti berada di tempat yang asing. Pangkal masalahnya
adalah Pep Guardiola. Bagi Ibra, Mourinho kebalikan dari Guardiola. Jika Mou disebutnya sebagai orang menyalakan
ruangan, Guardiola adalah orang yang menutup tirai dan membuatnya gelap.
Ibra merasa
tidak berarti apa-apa ketika dia berada di ruang ganti Guardiola menatap dia
dengan tajam. Ibra merasa dianggap sebagai orang luar yang tidak berguna. Itu
sangat mengganggunya. Ini gila, pikir
Zlatan.
Pep
dianggapnya seperti dinding batu. Ibra tidak pernah melihat gairah darinya. Apalagi
bila Guardiola mulai dengan gayanya seperti filsuf. “Sorry,
saya jarang mendengarkannya.” Dalam benaknya, mendengarkan Pep tak beda dengan omong kosong tentang darah, keringat, dan air mata.
Persoalan
perpindahan posisi yang seperti diminta Messi, Ibra merasa sangat tidak nyaman.
Akhirnya, dia pun meminta waktu Pep untuk bicara. “Saya katakan, saya ditaruh
di tempat yang salah. Tentu, Barcelona tidak membeli saya untuk menjadikan saya
bermain di tipe permainan yang berbeda.”
Pengibaratannya,
seperti yang dia dapatkan dari seorang temannya, bahwa sebuah Ferrari yang
dibeli bukan untuk dikemudikan menjadi sebuah mobil Fiat. Ibra berpikir perbincangan itu akan membuka
dialog, kelihatannya Peps juga memahaminya. Namun yang terjadi kemudian, Guardiola
mulai mematikannya.
Segalanya
menjadi tidak enak bagi Zlatan. Saat dia masuk ke ruangan, Peps selalu pergi.
“Dia menyapa semua orang tapi tak mempedulikan saya.”
Pemain Barcelona Seperti Anak
Sekolah
Ibra
seperti kehilangan akal. Menurut dia, semua sudah dia lakukan untuk beradaptasi
dengan teman-temannya. Namun, pemain Barcelona seperti anak-anak sekolah yang
mengikuti perintah gurunya dengan mata buta sekalipun.
Di
Barcelona pula, para pemain dilarang mengemudikan mobil sendiri ke tempat
latihan. “Aneh banget deh,” kata
Ibra. “Kayaknya enggak ada hubungan
dengan mobil apa pun saya pakai. Tapi dia cuek. Dia pun mengendarai Ferrari
Enzo-nya ke tempat dia bekerja.
Pertentangan
dengan Peps pun mencapai puncaknya. Suatu ketika, saat hendak berlatih,
manajernya itu menatapnya dengan tajam. Merasa tidak suka dengan perlakuan itu,
Ibra pun menggumam dalam hatinya, “Ini dia musuhku. Saya ingin mencakar
kepalanya yang botak itu.”
Tiba-tiba
dia pun menghardiknya. “Kamu membenci dirimu karena Jose Mourinho. Pergilah kau
ke neraka.” Ibra benar-benar menumpahkan semua kemarahannya. Dia pun membanting
seluruh peralatan latihannya ke seluruh penjuru ruangan.
Pep tidak
banyak bicara dan hanya terdiam. Lalu
dia mengembalikan seluruh peralatan latihan itu pada sebuah kotak. “Saya bukan orang suka dengan kekerasan, tapi
kalau saya menjadi Pep saat itu, pasti saya sudah marah.”
Baca juga:
No comments:
Post a Comment