10.1.12
(Seharusnya) Tidak Sekadar Kembali
Saat namanya disebut-sebut akan dipanggil lagi oleh si bos, Sir Alex Ferguson, Paul Scholes langsung kegirangan. Bagaimana pun pemain yang baru saja pensiun musim lalu masih memiliki kerinduan untuk membela kembali klub yang membesarkannya itu. "Saya senang. Saya masih dipercaya untuk memberikan kontribusi bagi klub besar ini,” katanya seperti dikutip banyak media di Inggris.
Setan Merah memang berada dalam krisis. Banyak pemainnya yang cedera. Terlebih lagi di posisi gelandang. Tom Cleverley dan Ashley Young digulung cedera. Sedangkan membeli pemain baru, sekelas Wesley Sneijder, tak kunjung berlabuh. Bisa jadi, duit mereka cekak.
Alhasil, di Etihad Stadium, Ahad lalu dia tampil lagi. Kali ini, dia mengenakan nomor 22. Nomor 18 yang sebelumnya, dia pakai dipasrahkan pada Ashley Young, pemain yang baru masuk musim ini pindahan dari Aston Villa.
Namun kerinduan itu tidaklah cukup. Bermain di bawah siraman hujan, Paul Scholes kehilangan bola. Cepat saja, bola itu kemudian berpindah pada Kun Aguero yang melesakkan bola setelah diblok kiper United, Anders Lindegaard. Gol pun terjadi. 2-3.
Selanjutnya, Scholes banyak memberikan kontribusi. Dia mendapatkan banyak bola, karena memang Setan Merah menjaga kemenangan yang aman. Bola lebih banyak main dari kaki ke kaki, ke depan lalu ke belakang. Persis seperti main kucing-kucingan. Tujuannya hanya satu: membuang waktu.
Menang sih tapi banyak orang kecewa. United di babak kedua, bermain sangat buruk. Mencari aman demi kemenangan yang sudah dalam genggaman. Scholes pun tak peduli kritik orang. Dia telah mencatatkan sebuah sejarah baru, come back di usia 37 tahun dan memberikan kemenangan pada klubnya.
Pemain yang come back tidaklah sedikit. Di olahraga tinju adalah yang paling banyak ditemui. George Foreman kembali lagi di usianya sudah tidak muda, 40 tahun. Juga Evander Hollyfield. Kebanyakan dari mereka meraup sukses, yakni berbagai kemenangan membuat sabuk juara kembali melilit di pinggangnya.
Di lapangan hijau tidak banyak pemain yang bisa melakukan itu. Lagi pula bagaimana pun fenomena semacam ini tentulah buruk. Bagaimana pun ini adalah wujud kegagalan pembinaan sepak bola di masing-masing klub.
Namun sepak bola adalah industri. Kehadiran kembali pemain uzur tentu bisa mendatangkan uang.
Pada 1974, si Mutiara Hitam menyatakan mundur dari sepak bola. Namun ternyata, keputusan itu dibatalkannya sendiri setelah Clive Toye, Presiden Klub Cosmos, New York, memintanya untuk bekerja di klubnya. Setahun setelah pensiun, Pele pun mengikat kontrak dengan Cosmos selama tiga musim.
Sang Kaisar Franz Beckenbauer sama saja. Setelah puas bermain di Bayern Munich, Franz Beckenbauer terbang ke Amerika Serikat. Bergabung dengan Pele, dia berhasil mempersembahkan gelar Soccer Bowl atau juara liga Amerika, selama tiga kali berderet yakni pada 1977, 1978, dan 1980.
Setelah membuktikan kehebatannya di New York, dia kembali ke kampungnya. Kali ini dia bekerja sebagai pemain di Hamburg selama dua musim. Hasilnya, dia juara lagi. Sudah puas di sana-sini, dia memutuskan untuk mundur.
Namun, ternyata dia balik lagi. Kaos kaki diangkatnya mendekati lutut, sepatu kulit pun dia pakai lagi. Jersey Cosmos dipakai lagi. Hasilnya, juga hebat. Dia membawa klub ini juara Liga Sepak Bola Amerika Utara pada 1983.
Eric Cantona adalah contoh lain. Pada Desember 1991, dia memutuskan untuk pensiun. Keputusan yang emosional tentu saja. Karena diambilnya saat dia kena sanksi hukuman tidak boleh bermain akibat melempar bola pada wasit.
Untunglah, ada Michel Platini, bintang Piala Eropa 1984. Dia membujuk Cantona untuk menutup cerita lama dan memulai kisah barunya, di tanah yang baru pula.
Cantona pun menurut. Dia tarik kembali pernyataan mundurnya, lalu pergi menyeberang hingga ke Inggris. Di Leeds dia berlabuh hingga akhirnya mendapatkan kejayaannya bersama Red Devils. Pensiunnya benar-benar terjadi pada 1997, saat dia berada di puncak karir.
Pemain lainnya yang menjilat ludahnya sendiri adalah Romario. Jagoan Brasil di Piala Dunia 1994 ini, menyatakan pensiun setelah dia bekerja untuk Vasco da Gama pada 3 Februari 2008. Sebulan kemudian, dia mencabut pernyataannya. “Saya belum pensiun.” Eh, ganti lagi. Sebulan berikutnya, dia bilang pensiun. Setahun kemudian, Agustus 2009, dia mengambil sepatu bolanya lagi dan bermain untuk klub Rio de Janeiro.
Berkaca pada pengalaman yang sudah terjadi, banyak pemain yang kembali dari statusnya sebagai pensiunan beroleh kesuksesan. Nah, persoalannya apakah Paul Scholes dapat melakukan itu, dan tidak sekadar kembali.
No comments:
Post a Comment