27.11.11

Jonny Saelua, Kisah Waria yang Membela Tim Nasional Samoa Amerika


“Aku  adalah wanita yang terperangkap dalam tubuh laki-laki.”
Leon Shermer, Dog Day Afternoon


Posisinya adalah pemain bertahan. Tugasnya, menyapu bola yang datang mendekati gawang. Banyak orang ragu ketika melihat perawakan juga wajahnya. Rambut ikalnya dibiarkan memanjang. Apalagi gerakannya yang seperti perempuan. 

Namun yang terjadi di lapangan, dia tampil sempurna. Di luar tugasnya, sebagai pemain bertahan dia berhasil memberikan umpan yang berbuah gol. Menjelang usai pertandingan, dia melakukan penyelamatan gemilang, membuang bola jauh-jauh dari gawang. Skor pun berakhir dengan angka bagus: 2-1 untuk tuan rumah.

Skor akhir ini adalah sejarah bagi Samoa Amerika. Untuk pertama kalinya, tim Samoa Amerika berhasil merebut poin 3. Kemenangan atas Tonga, dalam babak penyisihan kualifikasi Piala Dunia 2014, adalah yang pertama sejak tim nasional ini.

Sejarah sepak bola negeri yang terdiri dari tiga buah pulau ini, sangat memprihatinkan. Negeri ini mulai bergabung dengan FIFA di kawasan Oseania pada 1994.

Namun, tiga puluh bertanding, tak satu pun angka mereka peroleh. Skornya pun gede-gede. Total selisih gol yang mereka punya adalah  229 kebobolan dan memasukkan 12 gol.

Ingat dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2002, saat mereka dibantai Australia dengan skor 31-0. Skor itu masih menjadi rekor kekalahan terbesar yang ada di dunia sampai saat ini. Archie Thompson menjadi pemain paling doyan bikin gol hingga 13 kali.


Sebenarnya masih ada satu gol lagi, kemudian dianulir. Sebabnya, si pemasang  papan skor elektronik di stadion di Coffs Harbour, itu tidak persis ingat dengan rentetan gol yang dibuat tim Australia. Setelah dihitung lagi, eh kelebihan. Alhasil, satu gol didiskon.

Masih ada sejarah baru. Dalam pertandingan itu pula, untuk pertama kalinya, seorang pemain transgender bermain sepak bola dalam babak kualifikasi Piala Dunia.

Dia adalah Jonny Saelua. Secara biologis dia adalah seorang lelaki namun dia merasa dirinya adalah wanita. Mungkin persis seperti yang dikatakan Leon Shermer dalam film Dog Day Afternoon, “Aku  adalah wanita yang terperangkap dalam tubuh laki-laki.”

Di Samoa Amerika, orang seperti Jonny tidaklah sendirian. Mereka, lelaki yang seperti perempuan atau waria, di negeri ini digolongkan sebagai fa’afafine yang artinya menjadi wanita.

Orang seperti ini dalam KTP-nya disebut kelamin ke tiga. Kultur negeri itu menerima kaum ini.  Samoa Amerika adalah negara kecil di Lautan Pasifik yang merupakan kumpulan dari pulau-pulau kecil. Mayoritas penduduknya merupakan ras Polynesia. 

Menurut Alex Su’a, 30 tahun, yang menjadi ketua kelompok fa’afifine Samoa, setidaknya ada sekitar 1,500 orang di Samoa dan Samoa Amerika.  Di Samoa, fa’afafine sangat dipercaya. Mereka bisa melakukan pekerjaan laki-laki atau perempuan.

“Menjadi fa’afafine, hanya untuk orang Samoa, yang lahir sebagai lelaki namun merasa dirinya adalah seorang wanita. Secara seksual tertarik pada lelaki dan yang paling penting, dia harus bangga dipanggil dan dilabeli sebagai fa’afafine,” kata Su’a.

Secara kultural, kaum fa’afafine diterima di Samoa. “Mereka memiliki peran dalam masyarakat Samoa. Mereka layaknya seperti seorang kakak. Saudara perempuan atau lelakinya menikah, mereka tidak.”

Nah, masuknya Jonni dalam ini menjadi  anomali dalam sepak bola dunia yang sampai kini masih dibelit dengan masalah rasisme. Sedangkan di Samoa, tak ada penolakan terhadap kaum transgender. 

***

Perubahan besar dalam sepak bola Samoa Amerika ini terjadi setelah  Thomas Rongen — yang pernah membawa pasukan Amerika Serikat tampil dalam tiga kali babak final Piala Dunia U-20  dan berhasil membawa D.C. United juara MLS pada 1999 — diangkat menjadi pelatih Samoa Amerika, tiga pekan silam, memasukkan Saelua sebagai pemain inti.

''Orang ini datang dengan keinginan mengobati luka. Dia sangat terganggu dengan kekalahan 31-0 itu. Dia ingin mengobati luka itu,” kata Nick Salapu, kiper timnas Samoa Amerika berkomentar tentang pelatihnya itu.

Keputusan yang sulit. Bukan apa-apa, bagi kebanyakan orang Samoa, kehadiran para fa’afafine sering kali mengundang tawa dan ledekan. Meskipun Saelua bukanlah orang baru dalam sepak bola.

Saelua mulai bermain sepak bola pada usia 11 tahun. Masuk usia remaja, pada usia 14, dia mulai menunjukkan bakatnya sehingga dia digaet menjadi pemain nasional Samoa Amerika. 

“Saya baca di sebuah tempat, saya mencetak sebuah rekor. Namun, saya hanya seorang pemain cadangan dan saya harus kembali ke sekolah.” Saat itu tidak pernah turun lapangan, bahkan untuk sekadar bermain untuk 10 menit, seperti permintaannya pada pelatihnya. 

Belakangan ketimbang bermain sepak bola, dia punya mimpi untuk menunjukkan kemampuannya sebagai penari. Berkeliling dunia menari modern jazz atau balet.  

Namun siang itu, dia tampil dengan kostum sepak bola dan membela negaranya, Samoa Amerika – negara yang terletak di Lautan Pasifik.  “Saya masuk tim dan bermain sebagai pemain sepak bola bukan sebagai waria, bukan sebagai lelaki, dan juga perempuan. Hanya sebagai pemain sepak bola.”

Dukungan datang dari kawan-kawan satu tim. “Tentu saja sulit bagi mereka. Namun, bagaimana pun ini hidup mereka. Dia telah menjadi bagian kami.”

Saelua pun akhirnya merasa nyaman. “Mereka tidak memperlakukan saya dengan berbeda. Mereka memang membutuhkan saya dalam tim ini. Itulah sebabnya saya selalu memberikan yang terbaik.”

Kepercayaan itu dibayar tuntas.  Kemenangan atas Tonga dan hasil draw melawan Cook Island menyenangkan Thomas Rongen. “Saya menyembuhkan, Saya mengobatinya. Tak ada lagi luka di sini,” kata Rongen. Luka kekalahan 31-0 kini memang telah terobati. 

Pengalaman menangani Samoa Amerika sangat mengesankan pelatih asal Belanda itu. ''Ini mengingatkan pada akar saya di Belanda, ketika mereka bermain bola bukan untuk uang. Sekarang kita tidak melihat itu lagi,” kata Rongen.

Sedangkan bagi Jonny Saulea, kehadirannya di lapangan dapat menjadi inspirasi bagi kebanyakan orang. Tidak hanya transgender saja tapi siapa pun yang dianggap berbeda dalam tatanan masyarakat.  “Jika sesuatu yang kita cintai, lakukan saja, dan jangan sampai orang lain menghalangi mimpimu.”


No comments:

Post a Comment