30.12.11
Gagal Terkenal, Bekas Kiper Manchester City Beralih Kriminal
Sehari-hari, dia bekerja sebagai kiper di West Yorkshire. Pengalamannya pernah dilatih di klub besar Manchester United membuat karirnya lempang.
Pagi di rumah, sorenya dia berlatih lalu di akhir pekan atau pertengahan minggu dia bekerja di klubnya. Maklum, klub yang mempekerjakannya berstatus semi profesional. Jadi, di sela-sela kesibukannya sebagai pemain sepak bola dia masih bisa melakukan aktivitas lainnya.
Tak ada yang tahu betul kegiatan sampingannya. Namun, yang jelas duit Ashley Timms, 26 tahun, tak selalu kekurangan. Kebanyakan duduk di depan laptop, bisa jadi dia bermain saham. Tak jauh beda dengan profesinya sebagai kiper, dia terbilang lihai mengambil risiko.
Namun, mulut kawan-kawan, handai taulan, dan koleganya langsung tercekat kaget ketika Ashley Timms ditangkap polisi. Awal Desember lalu, dia pun resmi dijatuhi vonis: masuk penjara. Pasal yang dikenakan padanya, penipuan.
Di pengadilan, Simon Kealey, jaksa penuntut menyatakan selama Oktober 2010 hingga April tahun ini, Timms telah mencuri uang dari 17 nasabah bank. Total uang yang dirampok mencapai £31 ribu poundsterling atau sekitar Rp 500 juta.
Rupanya, Timms bersama sekelompok orang dari Nigeria melakukan pencurian uang dari nasabah itu dengan cara membobol data dari bank tempat mereka menjadi nasabah.
Nah, setelah mendapatkan data-data tersebut, dengan seolah-olah mereka adalah nasabah betulan, meminta bank untuk mentransfer uang ke rekening yang mereka buat.
Ternyata, Timms tidak bekerja sendirian. Memperlihatkan kesuksesannya, rekeningnya terus terisi uang hasil transfer dia pun mengajak tiga temannya satu tim. Iming-imingnya, “Dia akan kasih 10 persen dari nilai transfer, kalau saya ikut dalam bisnisnya,” kata seorang dari mereka.
Alhasil bersama Timms, mereka pun masuk bui. Hukumannya beragam. Namun kebanyakan setahun hidup di penjara dan melakukan pekerjaan sosial.
Ini bukanlah pertama kali Ashley Timms tersandung masalah. Pada 2008, dia sempat masuk bui dalam kasus pemerasan. Saat itu, dia memeras rekan satu timnya di Manchester City, dengan senjata sebuah video seks yang dia punya.
Kisahnya, saat itu Timms bertamu ke rumah pemain yang identitasnya sengaja tidak dipublikasikan. Ternyata rumahnya sepi. Saat mencari-cari temannya itulah dia tiba-tiba mendapatkan ide. Di sebuah kamar, sang teman sedang asyik bercinta dengan seorang wanita muda.
Akal jahat langsung muncul. Dia mengambil ponsel, menyalakan kamera dan merekam adegan tersebut tanpa diketahui teman dan pasangan bercintanya. “Kena lu. Kalau mau aman, bayar £15,000, kalau tidak video ini akan muncul di youtube,” kata Timms mengancam temannya itu. Uang sebanyak itu berarti Rp 200 juta.
Dengan uang sebanyak itu, Timms merencanakan untuk membayar uang muka pembelian rumah. Gaya hidup Liga Primer yang teramat berbiaya tinggi, namun tak bisa diimbanginya membuat Timms berbuat nekat. Salah satu jalan yang diambil menjadi seorang kriminal.
Sedangkan kemampuannya tak kunjung membuatnya masuk sebagai kiper utama. Dia pun galau. Hingga akhirnya, dia memilih jalan yang tidak saja bikin orang kesal.
Si pemain yang di pengadilan hanya disebut sebagai Mr A, ketakutan luar biasa. Dia sudah memiliki keluarga. "Saya tidak ingin tidak percaya lagi," katanya. Timms makin berada di atas angin. Dia pun terus mengirimkan SMS, intinya dia ingin ada tanggapan dari orang yang diperasnya itu.
Meski terlihat menuruti semua perintah pemerasnya, Mr A ini menyewa detektif partikelir dia juga melaporkan pada polisi. Singkat cerita, Timms ditangkap polisi dan menjalani proses hukum dengan tuduhan melakukan pemerasan.
Sebenarnya Timms adalah anak dari seorang pejabat polisi di sana, namun karena di mata hukum semua orang sama, statusnya itu tidak ada pengaruhnya. Di pengadilan, dia dijatuhi hukuman 20 bulan penjara.
Nah, sekeluar dari penjara itulah dia kemudian bertemu dengan orang-orang yang sudah lihai dalam urusan kejahatan lainnya. Lagi-lagi, karena ingin bergaya hidup seperti pemain Liga Primer lainnya itu, dia pun terseret menjadi kriminal.
Tragis, memang. Tak selamanya sepak bola menyajikan cerita indah.
No comments:
Post a Comment