Berada di lapangan namun pikiran melayang ke mana-mana. Begitu peluit disemprit, dia langsung berlari ke ruangan ganti dan mengambil ponselnya. Dia mengecek taruhannya, beruntung atau buntung.
Begitulah kebiasaan Michael Chopra, striker Ipswich Town. Hidupnya benar-benar diombang-ambing oleh bandar. Dia pun tak pernah bisa lepas dari jeratan itu. Total, dia sudah habis uang sebanyak 2 juta poundsterling. Kalau dirupiahkan, Rp 28 miliar!
Chopra memang kena penyakit kecanduan berjudi. Selama bertahun-tahun, setiap kali punya uang keinginannya hanya satu yakni pasang taruhan. Paling tidak saban hari, pemain berusia 27 tahun ini, menghabiskan uang untuk taruhan sebesar 20 ribu poundsterling atau Rp 285 juta.
Namun hasilnya, meruap begitu saja. Hilang ditelan hantu. “Setiap kali hendak fokus di sepak bola, seketika itu pula saya selalu saja mengambil telepon untuk mengecek nasib taruhanku.”
Nasib jelek pun memeluknya. Hidupnya gali lubang tutup lubang. “Bahkan aku harus mencari uang sekalipun aku tengah cedera.”
Chopra pun berpindah-pindah klub. Dia meninggalkan Cardiff pindah ke Sunderland untuk mendapatkan uang yang lebih besar. Sebelumnya, saat pindah ke Cardiff pun, uang yang didapat dipakainya untuk membayar utang selama di Newcastle. “Uangnya dibayarkan untuk utang akibat berjudi.”
Untuk menghilangkan kebiasaan buruknya itu, Oktober lalu dia pun menjalani rehabilitasi. Ini adalah kunjungannya yang kedua. Sebelumnya, pada 2008 dia pernah berobat di sana. Kini, dia merasa lebih baik. “Satu tujuanku adalah membawa Ipswich kembali ke Liga Primer.”
***
Benar kata Rhoma Irama. Judi membawa siapa saja mati. Kalau pun belum mati, pastilah merana seumur hidup. Di Inggris bukan hanya Michael. Bekas pemain Arsenal. Paul Merson, Keith Gillespie, pemain Newcastle United, dan Steve Claridge, pemain Leicester City dikenal memiliki problem yang sama. Mereka kecanduan berjudi.
Matthew Etherington, pemain Stoke City kelabakan gara-gara kehabisan uang sampai 1,5 juta poundsterling. Sebelumnya, Dominic Matteo, bekas back Liverpool juga bangkrut sampai 1 juta poundsterling digerus permainan kuda pacu.
Kebiasaan buruk ini mau tak mau dipicu oleh penghasilan mereka yang besar. Bagi mereka, yang paling tidak mendapatkan penghasilan hingga 1 juta poundsterling atau Rp 14 miliar selama setahun, membuang uang di arena judi bukan apa-apa. Tapi karena ketagihan jumlahnya pun melambung.
Peter Kay, direktur Sporting Chance, klinik rehabilitasi kecanduan mengatakan judi memang menghancurkan hidup siapa saja. “Orang di luar pasti bingung dan menganggap penjudi itu tolol. Kenapa tidak taruhan 5 pound misalnya.”
Kata Kay, mereka yang sudah kecanduan sulit sekali lepas dari kebiasaan itu. Bagi mereka, bisa jadi berjudi merupakan sarana untuk melepaskan stres yang membelenggu mereka. “Mereka akan terus penasaran ketika mereka kalah berjudi.”
Dr Mark Griffiths, professor di bidang ilmu judi di Universitas Nottingham Trent melihat adanya hubungan antara judi dengan persaingan. “Memenangi taruhan barangkali sama seperti mereka ketika mencetak gol.”
Nah, menurut Mark, kebanyakan para penjudi itu didorong untuk lingkungan di sekitarnya bukan dari masalah kejiwaan. Keadaan yang dimaksud Griffiths ini salah satunya adalah banyak bursa taruhan yang menjadi sponsor klub sepak bola.
Ironis memang. Di saat kecanduan ini harus dijauhi para pemain, sebaliknya di saat mereka berada di lapangan, informasi no telepon untuk berjudi bisa mereka lihat di sekeliling stadion bahkan di kaos mereka.
2 comments:
ironis memang, terbukti judi bikin hancur.
ironis memang...... tapi judi tetapolah judi yang harus di hindari dan bukan tempat untuk ajang coba2...
salam judi...
pliss kunjungan baliknya.....
Post a Comment