Ceritanya sih karena dia ingin menghargai bekas klub yang
pernah dibela dan membesarkan namanya. Lalu Cristiano Ronaldo ogah merayakan
golnya ketika Real Madrid bertanding melawan Manchester United, di babak 16
Besar Liga Champions, Rabu lalu. Pantaskah?
Ronaldo lebih menghormati bekas klubnya. Tapi dengan cara
itu, apakah dia juga menghargai fans dan juga klubnya Real Madrid --- klub yang
menggaji dia, yang juga makin memperbesar namanya sekarang?
Bagi Kenny Dalglish, sikap dan cara Ronaldo seperti itu
terbilang aneh. Dia sama sekali tidak
mengerti kenapa Ronaldo ogah jejingkrakan
merayakan golnya. Padahal, mencetak gol adalah puncak dari segalanya dalam
sepak bola. Dia menjadi akhir semua usaha yang sudah dirancang bahkan jauh sebelum
wasit menyemprit peluit.
Dalglish sendiri bukannya tidak pernah mengalami hal yang
sama. Sebelum pindah ke Liverpool, dia bermain untuk Celtics. Ketika kedua tim
itu bertemu, dia merayakan kegembiraan saat mencetak gol. “Saya tidak tahu
apakah ada orang yang marah. Saya tidak pernah bertanya,” katanya.
Menurut dia, semua terjadi begitu saja. Sangat alami untuk
mengekspresikan emosi ketika mencetak gol, katanya lagi. Dia tidak terlalu
tidak suka dengan trend sekarang seperti yang ditunjukkan Ronaldo.
Dalglish mungkin saja terlalu tua. Dia mencapai
kegemilangannya saat pemain sepak bola seperti Cristiano Ronaldo belum lahir.
Saat dia mundur, Ronaldo pun baru berumur di bawah lima tahun.
Tapi, kalau dipikir-pikir bener juga sih pikiran King Kenny
ini. Karena, bintang seperti Ronaldo pindah ke Madrid bukan karena dia buang
melainkan karena keinginannya sendiri dan telah menjadi impiannya sejak kecil
untuk bermain untuk Los Blancos.
Emmanuel Adebayor, pindah ke Manchester City. Kepindahannya
terasa runyam. Adebayor merasa dibuang dan ketika klub ini bertemu, dia pun
sangat emosional saat menjebol gawang Arsenal. Dia berlari ke arah fans Arsenal
dan melakukan selebrasi sekaligus provokasi. Dia malah kemudian dihujat.
Namun, ada juga yang tidak profesional – atau sekarang
dikenal dengan istilah lebay.
Pelakunya adalah Roberto Baggio. Ketika sudah berseragam Juventus, dia
berhadapan dengan tim sebelumnya, Fiorentina. Di lapangan dia ogah mengambil
tendangan penalti ke gawang bekas klubnya itu. Padahal biasanya dialah sang
eksekutor.
Rupa-rupa masalahnya. Tapi, ada soal lain di balik Ronaldo
tidak mau melakukan selebrasi saat tandukannya menjebol gawang David de Gea. Persoalannya
adalah pada permainan pikiran yang berhasil dimainkan oleh Sir Alex Ferguson.
Secara emosional, Ronaldo memang masih mencintai Manchester
United. Bahkan, saat dia mengalami masa-masa sulit di Madrid di awal musim, dia
berkali-kali menyebut ingin kembali ke Old Trafford, ingin merasakan
kembali bermain di bawah taktik
Ferguson.
Emosi adalah hal yang berhasil dimainkan oleh Ferguson dan
anak-anak buahnya di lapangan. Dengan banyak cara. Tujuannya adalah agar
permainan Ronaldo tidak berada dalam kondisi terbaiknya.
Tidak sepenuhnya berhasil. Secara teknis, Ronaldo memang
luar biasa. Gol di menit ke 30 adalah pertunjukan kehebatannya di depan gawang.
Namun, ketika dia tidak melakukan selebrasi – seperti yang sudah diungkap
jauh-jauh sebelum turun ke lapangan, adalah hasil berhasilnya perang urat saraf
yang dilakukan Ferguson.
Taktik inilah yang selanjutnya akan sangat banyak
dieksplorasi saat Ronaldo datang bersama timnya ke Manchester, 5 Maret
mendatang. Ronaldo seperti kembali dihadapkan pada masa lalunya di Old Trafford,
yang bergelimang dengan kenangan manis dan juga kesuksesan bersama Setan Merah.
Dia datang ke Old Trafford saat berusia 17 tahun. “Datang
dan bermain bersama pemain-pemain yang sebelumnya hanya saya saksikan di televisi,
sungguh membanggakan,” kata Ronaldo suatu ketika.
Jelas akan sangat banyak perbedaan antara pertandingan lalu
di Santiago Bernabeu dengan yang akan dihadapi di Old Trafford. Sikap penonton,
para staf yang pernah bersamanya, dan sampai lorong di Old Trafford akan membuat
Ronaldo terasa akan merasakan sebuah perbedaan.
Penampilan di lapangan nanti yang akan menjadi bukti
keberhasilan permainan pikiran Ferguson dengan menggugah faktor emosi bekas
pemain emasnya itu. Dan, hasil di papan skor nantinya, bukan semata hasil yang
terjadi di lapangan. Namun juga hal-hal lain, yang terjadi di luar lapangan
yang ikut mempengaruhinya.
No comments:
Post a Comment