19.10.11

Messi Tidak Layak Menjadi Bintang

DIEGO Maradona, Eric Cantona, dan Jose Mourinho. Tak diragukan lagi soal kiprahnya di dunia sepak bola. Prestasinya, dalam berbagai level, tentunya, sudah diakui. Mereka piawai di lapangan, juga mampu “menggoreng” dirinya di media. Diego, sang jenius, di lapangan dia canggih menyebutkan gol tangannya di Piala Dunia 1986, dengan “Tangan Tuhan”.

Eric Cantona, punya gestur yang menarik. Tatapan mata yang menyapu sekeliling stadion setiap kali mencetak gol, memang terlihat angkuh namun kemudian menjadi ciri khasnya yang takkan mudah hilang dari ingatan pencinta sepak bola. Mou? Jangan ditanya lagi. Orang akan ingat dengan ucapannya yang menggambarkan dirinya yang sangat terkenal itu “The special one”.  Cristiano Ronaldo, punya kutipan menarik, “Saya muda, ganteng, dan terkenal.”


David Beckham adalah sosok yang lain. Dia terampil betul, tentu dibantu oleh tim yang solid dan banyak akalnya, membangun sosoknya di media. Meski karirnya, sudah tamat, namanya tetap berkibar di berbagai media.

Nama lainnya adalah Muhammad Ali. Petinju yang kini sudah tremor, akibat digebuk parkinson, toh namanya masih juga berkibar. Orang masih ingin mengikuti apa yang dilakukan petinju yang pernah dijuluki Big Mouth itu. Mereka sadar betul, sosoknya bukan lagi manusia biasa.

***

Di Camp Nou, ada seorang bintang. Lionel Messi namanya. Sebagai bintang lapangan, kiprahnya tak perlu diragukan lagi. Namun sebagai bintang di luar lapangan? Mari kita ikuti apa yang terjadi di ruangan jumpa pers yang digelar menjelang pertandingan Barcelona melawan Plzen, kemarin.

Berbicara di depan mikrofon, Lionel Messi pemain yang disukai puluhan bahkan mungkin ratusan juta penggila sepak bola, menanggapi semua pertanyaan dengan datar. Nyaris tanpa emosi. Padahal, sudah jelas, para jurnalis yang membawa banyak pertanyaan di kepalanya ingin agar sang mesiah ini berbicara memukau persis saat tampil di lapangan. Dengan mulut tercekat, mereka menginginkan paling tidak ucapan sejenis seperti yang pernah dilakukan

Namun semua itu bagaikan angin. Messi tetaplah Messi. Dia berbicara dengan santun. Dengarkan apa yang dikatakannya tentang persaingannya dengan Ronaldo. Messi bilang, sama sekali dia tidak mengakui adanya persaingan dengan bintang Real Madrid itu. "Aku sama sekali tidak merasa harus bersaing dengan Cristiano. Satu-satunya hal kulakukan adalah membantu rekan tim," tegas Messi.

Hmmm.....

Saat ditanya soal rekor baru yang dicapainya sebagai pencetak gol tertinggi dalam sejarah Barca. Dia pun berujar, “rekor itu bukanlah tujuanku. Semakin banyak aku mencetak gol, tentu bagus bagi tim. Tapi, sungguh, itu (membuat rekor) bukan tujuanku, "katanya.

Jawaban serupa pun diberikan atas pertanyaan kemungkinan dibangunnya patung dirinya, seperti Kubala yang rekornya telah dilewati. Lagi-lagi Leo menghindari pujian seperti itu. Jawabannya, aduh maaak..... lempeng juga. “Jika kita membuat prestasi, penghargaan individu tentu akan tiba. "

Sesi tanya-jawab ini diakhiri dengan pertanyaan dari seorang jurnalis soal Pele. Pemain legendaris Brasil ini, yang akan mengirimkan video kehebatannya di masa muda. Hal itu dilakukan Pele untuk memperlihatkan bahwa bintang Brasil itu lebih baik ketimbang Maradona.

Lagi-lagi Messi tetap tenang. “Apa yang ia lakukan, yaitu mengirimkan video tentang kehebatannya di masa lalu, aku akan senang sekali melihatnya. Tentunya itu merupakan pencapaian yang besar yang pernah dia peroleh.”


Konferensi pers pun ditutup.

***

JELAS, Messi tidak menempatkan dirinya sebagai bintang yang gemerlap. Dia berusaha untuk tampil seperti manusia biasa. Tak ada ingar bingar. Tak ada anting di telinga. Tato, hanya ada di punggung yang hanya bisa diabadikan oleh kamera dalam keadaan yang tidak biasa. Potongan rambutnya begitu-begitu saja. Tak ada pula jambang, kumis, atau jenggot yang unik. Kata-katanya tidak pernah hiperbolik menggambarkan apa pun.

Dalam kaca mata media, sosok seperti ini jelas tidak menarik. Messi tidak menjual apa pun kecuali kepintarannya di lapangan hijau, yang hanya bisa dinikmati di jam-jam tertentu. Dalam waktu yang sangat terbatas juga, 2 kali 45 menit.

Messi mematikan hiruk pikuk tentang dirinya. Dia hanya ingin mempertontonkan sebuah sajian yang tidak biasa, yang tidak disukai kalangan media. Mereka kesulitan mendapatkan ucapan yang layak kutip.

Barang kali Messi bukanlah seorang pembicara yang baik. Dia tidak terampil mengaduk kata-kata dan menyisakan sebuah kutipan yang abadi. Namun, mungkin itulah Messi. Lionel Messi adalah sosok baru dari seorang bintang. Bintang yang akan diingat bukan dari kata-kata atau tindak-tanduknya yang nyentrik.

Orang akan mengingatnya sebagai bintang yang rendah hati di dalam atau pun di luar lapangan. Di sanalah, bintang Messi ada di hati para penggemarnya.