21.10.11

Muamar Gaddafi Pernah Tawari Socrates Jadi Calon Presiden

SOCRATES adalah bintang Brasil pada Piala Dunia 1982 dan 1986. Dia menjadi pemimpin permainan jogobonito yang sesungguhnya. Main cantik tapi sayang Brasil tersingkir.  Tapi, kiprahnya di dua turnamen itu membuatnya termasuk gelandang terbaik yang pernah ada di dunia.

Penampilannya keren. Tingginya mencapai 193 sentimeter. Dengan tinggi seperti itu, badannya tampaknya kurus. Kumis, jambang, dan jenggot yang menggelayut di wajahnya mengingatkan pada filsuf Yunani, Socrates.  
Berbeda dengan kebanyakan pemain Brasil yang berasal dari kalangan bawah, Socrates justru berhasil menamatkan pendidikannya, hingga menjadi doktor. Dia pun sempat membuka praktek di sana.

Namun yang paling penting adalah sosoknya yang intelektual. Dia fasih berbicara tentang gerakan kiri, filsafat, ekonomi, dan tentu saja sepak bola. Setelah  pensiun, dia kerap menulis kolom sepak bola yang kadang dikaitkan dengan keadaan dunia. Salah satunya dengan media di berbahasa Arab.

Buah dari kegiatannya itu, pada 1996, dia diundang untuk sebuah perjalanan tur  ke Mesir dan Libya. Tanpa diduga, setibanya di Tripoli, dia diberi kabar Pemimpin Libya Muamar al-Gaddafi ingin bertemu dengannya. 

“Keren, ini pertemuan yang sangat fantastis,” kata Socrates seperti yang diceritakan dalam buku Futebol, The Brazilian way of life. 

Socrates pun mengiyakan. Lalu menanyakan waktu pertemuan dengan Gaddafi.  Tak ada yang tahu. “Kami tidak tahu kapan persisnya. Tapi, kita akan pergi jam lima pagi,” kata orang yang menghubunginya tersebut.

***

PADA saat yang telah ditentukan, mereka pun telah siap berangkat. Namun, Socrates tersadar. Negeri itu masih dalam sanksi PBB. Tak ada satu pun pesawat yang bisa masuk ke negeri itu. “Bagaimana bisa? Memangnya kita punya pesawat?”

Socrates keliru. Gaddafi memiliki pesawat pribadi. Mereka pun terbang. Katanya, pergi ke pusat pemerintahan Gaddafi berada. Setelah sampai di tempat yang dituju, mereka melanjutkan perjalanan ke ke sebuah hotel.
Ternyata bukan di situ juga, mereka akan bertemu. Dari pagi hingga sore, mereka menunggu. Namun tak ada kabar tentang kedatangannya.

Barulah pada jam 6 sore, kabar yang lama ditunggu itu datang. “Ayo kita pergi.”

Hm… ternyata masih ada perjalanan. Socrates pun masuk ke dalam Toyota Land Cruiser. Tak ada pekerjaan yang dilakukan sang sopir kecuali mengemudi dan mengemudi. Malam pun datang, namun mobil itu tak juga sampai di tempat tujuan.

Dari dalam mobil tak terlihat apa-apa, kecuali padang pasir. Mobil berhenti di sebuah pintu gerbang. Rupanya ini adalah kamp. Tak ada lampu di sana. Gelap gulita. Selama itu mereka diam di dalam mobil itu. Tanpa pernah tahu apa yang akan kemudian terjadi. Dua puluh menit kemudian, barulah mereka dipersilakan masuk ke tenda, tempat Gaddafi tinggal.

***

DALAM pertemuan itu, mereka pun berbincang-bincang selama kurang lebih satu jam. Banyak yang mereka bicarakan. Namun Socrates tak mau mengungkap secara rinci isi obrolan itu. Satu yang penting, dalam perbincangan itu, Gaddafi menawarkan sebuah kejutan.

Apa itu? Adakah tawaran untuk menjadi pelatih tim nasional Libya? Sepak bola di negeri ini terbilang terbelakang dibandingkan kawasan Arika Utara lainnya. Prestasi paling pol adalah saat kualifikasi Piala Dunia 1986. Sayang, mereka tergusur setelah dikalahkan Maroko. 
Lalu? Tawaran apakah?

“Dia meminta agar saya maju dalam pemilihan presiden Brasil. Soal dana untuk kampanye, jangan khawatir dia akan mendukung saya habis-habisan.”

Socrates kaget.  “Dia bilang akan mendukung. Karena dia mengaku telah mengetahui sikap dan pandangan politik saya.”

Setelah kaget. Socrates pun tersenyum. Lalu dengan santun, dia menolak tawaran yang disampaikan padanya.

***

MUAMMAR Gadaffi memandang sinis terhadap sepak bola. Pada saat digelar perhelatan Piala Dunia 2006, di Jerman, dia mengkritik penyelenggaraan yang menghabiskan triliunan rupiah. Menurut dia, uang sebesar itu bisa dipakai untuk memerangi kelaparan di negara miskin.  "FIFA telah menghidupkan kembali sistem perbudakan dan perdagangan manusia dari Afrika dan Amerika Latin ke Eropa,” katanya.

Uniknya, berbeda dengan ayahnya, Al-Saadi Khadafi, anak ketiganya pernah menjadi kapten timnas Libya dan  dia juga pernah bergabung dengan Perugia. Karirnya tamat karena dia ketahuan doping.  Dia pun tercatat sebagai pemegang saham di Juventus, yang memiliki 7,5 persen.

Kini, Gadaffi dikabarkan tewas 20 Oktober, kemarin. Di Sirte, kampung halamannya sendiri, diktator tertembak di bagian kepalanya oleh peluru pasukan Dewan Transisi Nasional Libya (NTC) yang didukung NATO.

Socrates kini hidup bersama istri dan enam anaknya. Dia masih produktif menulis kolom. Setelah, Agustus lalu, Socrates dikabarkan dilarikan ke rumah sakit akibat sakit mengalami pendarahan lambung, dia mengurangi konsumsi rokoknya. Socrates akan mengingat pertemuan dengan Gadaffi lima belas tahun lalu, sebagai peristiwa yang fantatis.


Baca juga:
Gaya Takhayul Pepe Reina
Mereka Berfose Bugil untuk Klub 
Messi Belum Layak Jadi Bintang
Tukang Cukur Pemain Barcelona